Follow my Instagram : ftr_nafifah02

https://www.instagram.com/ftr_nafifah02/

Kamis, 28 Januari 2021

Mengenal Faktor Resiko serta Tanda Gejala Stroke

 Faktor Resiko


Faktor resiko stroke berulang dapat diubah sama dengan faktor stroke secara umum antara lain: hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung, kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktifitas fisik/olahraga, kepatuhan kontrol, obesitas, dan kepatuhan diit (Husni & Laksmawati, 2001. Lumantobing, 2002. Smeltzer & Bare, 2002. Black & Hawks, 2009. Wahyu, 2009. Pinzon & Asanti, 2010. Junaidi, 2011).

a.       Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko terpenting untuk semua tipe stroke, baik stroke perdarahan maupun stroke infark. Peningkatan resiko stroke terjadi seiring dengan peningkatan tekanan darah. Diperkirakan resiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik dan sekitar 50 % kejadian stroke dapat dicegah dengan pengendalian tekanan darah (Gofir, 2009). Hipertensi meningkatkan resiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor resiko lainnya. Hipertensi kronis dan tidak terkendali akan memacu kekakuan dinding pembulu darah kecil yang dikenal dengan mikroangiopati. Hipertensi juga akan memacu munculnya timbunan plat pada pembuluh darah besar. Timbunan plak akan menyempitkan lumen atau diameter pembuluh darah. Plak yang tidak stabil akan mudah ruptur atau pecah dan terlepas. Plak yang terlepas akan meningkatkan resiko tersumbatnya pembuluh darah yang lebih kecil. Bila ini terjadi maka timbulnya gejala stroke (Perreu & Bogusslavsky, 2003 dalam Pinzon & Asanti, 2010). Hipertensi mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah arteri dan mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga mempercepat proses aterosklerosis. Hipertensi berperanan dalam proses aterosklerosis melalui efek penekanan pada sel endotel atau lapisan dalam dinding arteri yang berakibat pembentukan plak pembuluh darah semakin cepat seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya 140/90 mmHg (Junaidi, 2011).

Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dapat meningkatkan terjadinya stroke (Lewis et al, 2007). Penelitian Zhang dkk (2010), di Cina menunjukan bahwa tingginya tekanan darah sistolik dapat meningkatkan kejadian stroke. Penelitian yang dilakukan oleh Kristiyawati (2008), menunjukan adanya hubungan antara kejadian stroke dengan hipertensi dan hipertensi merupakan faktor resiko paling dominan yang berhubungan dengan kejadian stroke.

b.       Diabetes Mellitus

Individu dengan diabetes memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami stroke dibandingkan dengan individu tanpa diabetes diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersamasama penyakit serebrovaskuler, yang merupakan faktor resiko kedua terjadinya stroke. Seorang dikatakan menderita diabetes mellitus apabila hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau pemeriksaan gula darah puasa >140 mg/dl, atau pemeriksaan gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl (Smeltzer & Bare, 2002).

Diabetes mellitus menyebabkan kadar lemak darah meningkat karena konversi lemak tubuh yang terganggu. Bagi penderita diabetes mellitus peningkatan kadar lemak darah sangat meningkatkan resiko penyakit stroke. Diabetes mempercepat terjadinya arterosklerosis baik pada pembuluh darah keci (mikroangiopati) maupun pembuluh darah besar (makroangiopati) diseluruh pembuluh darah termasuk pembuluh darah otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi pada stroke akan memperbesar meluasnya area infark (sel mati) karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa yang dilakukan secara anaerob (oksigen sedikit) yang termasuk jaringan otak (Junaidi, 2011). Penderita diabetes mellitus tubuhnya tidak menangani gula secara tepat, tidak dapat memproses lemak secara efisien dan akan mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya hipertensi. Diabetes juga berperan pada kemampuan tubuh untuk mencegah gumpalan darah beku, meningkatkan resiko stroke iskemik.

Siswanto (2005) dalam penelitiannya menunjukan bahwa resiko untuk terjadinya stroke berulang pada subyek dengan kadar gula darah puasa >140 mg/dl sebesar 2,63 kali dibandingkan dengan kadar gula darah puasa 200 mg/dl beresiko terkena stroke berulang sebesar 3,16 kali dibandingkan dengan kadar gula darah puasa 2 jam pp >200 mg/dl beresiko terkena stroke berulang sebesar 3,16 kali dibandingkan dengan kadar gula darah puasa <140 mg/dl.

c.       Kelainan Jantung

Sirkulasi serebral sebagai sistem kardiovaskuler mempunyi arti fungsinya tergantung efektifitas jantung sebagai pompa, integritas pembuluh darah sistemik dan komponen darah dalam memenuhi kebutuhan darah dan oksigen. Otak membutuhkan 25% dari konsumsi oksigen ke seluruh tubuh dengan menggunakan 20 % curah jantung semenit. Kejadian stroke selalu berhubungan dengan penyakit lain. Kelainan jantung sering berhubungan dengan stroke berulang adalah aterosklerosis, disritmia jantung khususnya fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik, infark miokard dan gagal jantung.

Penderita dengan kelainan jantung beresiko tinggi terhadap terjadinya stroke bila dibandingkan dengan yang tidak mempunyai kelainan jantung. Penyakit jantung hipertensi dengan hipertrofil ventrikel kiri yang terlihat pada EKG, sangat terkait dengan kenaikan resiko baik stroke iskemik maupun pendarahan. Lesi dijantung dapat pula melepaskan emboli ke sirkulasi arterial, seperti mural thrombus akibat infark yang lama atau thrombus yang terjadi pada fibrilasi atrium (Husni & Laksmawati, 2001 dalam Siswanto, 2005). Siwanto (2005), dalam penelitiannya menunjukan bahwa kelainan jantung terbukti memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian stroke berulang dengan resiko sebesar 2,85 kali.

d.       Merokok

Merokok meningkatkan resiko terkena stroke dua sampai empat kali. Hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, pipa atau cerutu) dan untuk semua tipe stroke, terutama perdarahan subarachnoid karena terbentuknya aneurisma dan stroke iskemik. Merokok memberikan konstribusi terbentuknya plak pada arteri. Asap rokok mengandung beberapa zat berbahaya yang sering disebut zat oksidator. Zat oksidator ini menimbulkan kerusakan dinding arteri dan menjadi tempat penimbunan lemak, sel trombosit, kolesterol, penyempitan dan pergeseran arteri diseluruh tubuh termasuk otak, jantung dan tungkai, sehingga merokok dapat memicu terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah menggumpal sehingga beresiko terkena stroke (Pinzon & Asanti, 2010). Peranan rokok pada aterosklerosis menurut Junaidi (2011) adalah merokok menurunkan jumlah kolesterol baik dan menurunkan kemampuan kolesterol baik untuk menyingkirkan kolesterol jahat yang berlebihan karena sel-sel darah menggumpal pada dinding arteri, ini meningkatkan resiko pembentukan trombus dan plak. Rokok dapat menyebabkan peningkatan kecepatan detak jantung serta memicu penyempitan pembuluh darah.

Penelitian yang dilakukan Siregar (2005) menunjukan bahwa merokok merupakan faktor yang kuat untuk terjadinya stroke. Begitu juga penelitian yang dilakukan Zhang dkk (2010), di Cina menyebutkan bahwa merokok mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya stroke dan juga perempuan yang tinggal bersama suami yang merokok aktif (1-9 batang perhari) beresiko 2 kali untuk terkena stroke. Siswanto (2005) dalam penelitiannya menunjukan bahwa penderita stroke yang merokok memiliki resiko 1,28 kali untuk terkena stroke berulang meskipun resiko tersebut tidak bermakna secara statistik.

e.       Aktifitas fisik (olahraga)

Aktifitas fisik dapat dinilai dari aktifitas ditempat kerjanya maupun kegiatan olahraga, aktifitas berat dipengaruhi dari kegiatan yang lebih banyak diluar ruangan dan banyak bergerak seperti atletik, tentara dan buruh bangunan. Aktifitas ini dilakukan lebih dari 3 hari dalam seminggu dan lebih dari 4 jam seminggu. Aktifitas sedang dipengaruhi dari kegiatan yang dilakukan baik didalam ruangan maupun di luar ruangan, seseorang kurang aktif secara fisik (yang olahraganya kurang dari tiga kali atau kurang per minggu 30 menit) memiliki hampir 50% resiko terkena stroke dibanding mereka yang aktif. Berbagai kemudahan hidup yang didapat seperti mencuci dengan mesin cuci untuk rumah tangga, banyaknya kendaraaan bermotor serta kemajuan teknologi membuat aktifitas seseorang semakin hari semakin ringan atau mudah, namun dampak dari kemajuan teknologi ini sesorang dapat menjadi pasif dan cenderung menimbulkan masalah berat badan dan dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi yang nantinya memicu terjadinya aterosklerosis bila masalah berat badan tidak diimbangi dengan olahraga yang cukup (Wahyu, 2009). Siswanto (2005), dalam penelitiannya menunjukan bahwa resiko untuk terjadinya stroke berulang pada penderita stroke yang tidak rutin dalam melakukan aktivitas fisik sebesar 1,77 kali dibandingkan dengan penderita stroke yang melakukan aktivitas fisik secara rutin.

f.        Kepatuhan kontrol

Penderita stroke harus sering memeriksakan dirinya kedokter atau rumah sakit. Selain kontrol kedokter penderita stroke harus mengontrol kolesterol, penderita stroke juga harus mengontrol gula darahnya. Seseorang yang berusia 60 tahun dengan tekanan sistolik 135 mmHg (premiery prevention of stroke, AHA/ASA guideline stroke, 2006 dalam Bethesda stroke center literature, 2008) kemungkinan untuk mendapatkan stroke iskemik dalam jangka waktu 8 tahun adalah 8/1000. Bila disamping itu menderita diabetes mellitus, kemungkinan untuk mendapatkan stroke meningkat menjadi 17/1000. Bila tekanan sistolik 180 mmHg probabilitasnya adalah 30/1000 dengan diabetes mellitus meningkat menjadi 59/1000 (Lumantobing, 2002). Siswanto (2005), dalam penelitiannya menunjukan bahwa kebiasaan penderita stroke melakukan kontrol tidak teratur memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian stroke berulang dengan resiko mencapai 3,84 kali dibandingkan dengan penderita stroke yang melakukan kontrol secara teratur.

g.       Obesitas

Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan resiko peningkatan hipertensi penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus dan merupakan beban penting pada kesehatan jantung dan pembuluh darah. Obesitas dapat meningkatkan kejadian stroke terutama bila disertai dengan dislipedemia dan hipertensi melalui proses aterosklerosis. Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya stroke lewat efek snoring atau mendengkur dan tiba-tiba henti napas karena terhentinya suplai oksigen secara mendadak di otak. Obesitas juga membuat seseorang cenderung mempunyai tekanan darah tinggi, meningkatkan resiko terjadinya diabetes juga meningkatkan produk sampingan metabolisme yang berlebihan yaitu oksidan atau radikal bebas (Junaidi, 2011).

Penurunan berat badan adalah perubahan gaya hidup yang paling besar pengaruhnya terhadap perbaikan tekanan darah. Hal ini dibuktikan dengan mereka yang berusia 50-65 tahun yang mengalami penurunan berat badan 7 kg atau lebih mengalami penurunan resiko terserang hipertensi sebanyak 21%. Sedangkan kelompok yang lebih tua yang mengalami penurunan berat badan yang sama resikonya pun turun 29%. Lewis, dkk (2007), dalam penelitiannya menunjukan bahwa penurunan berat badan 10 kg dapat menurunkan tekanan darah sistolik 5-20 mmHg.

h.       Minum Alkohol

Minum alkohol secara teratur lebih dari 30 gram per hari (pria) atau 15 gram per hari (wanita), mabuk-mabukan (minum lebih dari 75% gram dalam 24 jam) dan alkoholisme dapat meningkatkan tekanan darah sehingga dapat meningkatkan resiko stroke. Minum alkohol dalam jumlah sedikit pun dapat meningkatkan tekanan darah, oleh karena itu harus dihindari untuk seorang yang memiliki riwayat hipertensi karena dapat menimbulkan komplikasi berat (Wahyu, 2009).

Martuti (2009), dalam penelitiannya menunjukan bahwa mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah secara cepat. Seseorang yang mengkonsumsi alkohol lebih dari 3 gelas atau lebih setiap hari sudah cukup untuk meningkatkan tekanan darah.

i.         Diit

Menurut Lewis, dkk (2007), diet dengan tinggi lemak dan kurangnya buah dan sayur dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke. Pernyataan ini juga didukung oleh premiery prevention of stroke AHA/ASA guideline stroke, (2006, dalam Bethesda stroke center literature, 2008), yang menyatakan bahwa asupan makanan yang mengandung banyak sayur dan buah dapat mengurangi terjadinya stroke. Pemakaian sodium yang berlebihan juga dapat meningkatkan tekanan darah (Black & Hawks, 2009).

Menurut Martuti (2009), dalam penelitiannya menunjukan bahwa pasien stroke perlu membatasi asupan garam karena kandungan mineral natrium (sodium) didalamnya memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa angka kejadian stroke meningkat pada pasien dengan kadar kolesterol diatas 240 mg%. Setiap kenaikan kolesterol 38,7 mg% menaikan angka stroke 25 % sedangkan kenaikan HDL (high density lipoprotein) 1 mmol (38,7 mg%) menurunkan terjadinya stroke setinggi 47% (premiery prevention of stroke, 2006 dalam Bethesda stroke center literature, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Giantani (2003), menunjukkan bahwa kenaikan kadar kolesterol berpengaruh terhadap resiko stroke iskemik sebanyak 3.09 kali.

Serat makanan juga dibutuhkan untuk proses metabolisme dalam tubuh. Diet tinggi serat bermanfaat untuk menghindari kelebihan lemak, lemak jenuh dan kolesterol. Setiap gram konsumsi serat juga menghindari kelebihan gula dan natrium serta dapat menurunkan berat badan dan mencegah kegemukan. Dietary guedelines for American menganjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung serat 20-35 gr perhari (Martuti, 2009).

Lalu bagaimana tanda dan gejalanya? Mari simak video dibawah ini.

 


Referensi:

Smeltzer, Suzanne C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.

Video Source on Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=kWPpQCyCWiI

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar