Follow my Instagram : ftr_nafifah02

https://www.instagram.com/ftr_nafifah02/

Kamis, 28 Januari 2021

Bagaimana Cara Pencegahan Stroke?

Januari 28, 2021 0 Comments

 

Bagaimana Cara Pencegahan Stroke?


Stroke merupakan penyakit neurologi yang paling sering mengakibatkan cacat dan kematian, upaya penanggulangan stroke harus dilakukan secara menyeluruh, serentak, berkelanjutan, dan melibatkan bukan hanya para ahli dibidang penyakit syaraf, tetapi juga para ahli dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan penanganan stroke. Berbagai penilitian epidemologi telah banyak membantu untuk mengidentifikasi dan menentukan faktor-faktor resiko.

Pencegahan stroke stroke merupakan tindakan yang paling efektif untuk menghindari kematian, disabilitas, dan penderitaan. Di samping itu suatu strategi pencegahan yang berhasil akan mengurangi atau bahkan mungkin meniadakan perawatan rumah sakit, rehabilitas dan biaya ekonomi akibat hilangnya produktivitas penderita.

Orang yang pernah terkena stroke memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalaminya kembali, terutama dalam satu tahun pertama setelah stroke. Tindakan untuk mencegah agar stroke tidak berulang, sama dengan menghindari serangan jantung, yakni mempertahankan kesehatan sistem kardiovaskuler dan mempertahankan aliran darah ke otak. Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah mengontrol penyakit–penyakit yang berhubungan dengan terjadinya aterosklerosis. Secara umum, pengontrolan dapat dilakukan dengan menerapkan pola diet yang tepat dan olahraga yang teratur untuk mempertahankan kesehatan otak dan sistem saraf. Faktor-faktor pencegahan stroke saling berkaitan satu sama lain dan saling mendukung mencegah stroke berulang (Sustrani, 2006).

1.       Kendalikan tekanan darah

Hipertensi merupakan faktor tunggal yang paling penting dalam hal resiko stroke. Mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg dapat mengurangu resiko stroke hingga 75-85 persen. Pada pasien stroke disarankan untuk memeriksakan tekanan darah maksimal satu bulan sekali.

2.       Kendalikan diabetes

Diabetes mellitus meningkatkan resiko stroke hingga 300 persen. Orang dengan tingkat gula darah yang tinggi, seringkali mengalami stroke yang lebih parah dan meninggalkan cacat yang menetap. Pengendalian diabetes adalah faktor penting untuk mengurangi faktor stroke.

3.       Miliki jantung sehat

Penyakit jantung, secara signifikan meningkatkan resiko stroke. Bahkan, stroke kadangkala disebut sebagai serangan otak karena adanya persamaan biologis antara serangan jantung dan stroke. Kurangilah faktor resiko penyakit stroke seperti tekanan darah tinggi, merokok, kolesterol tinggi, kurang olahraga, kadar gula darah tinggi, dan berat badan berlebih.

4.       Kendalikan kadar kolesterol

Kadar kolesterol tinggi berperan dalam mengembangkan aterosklerosis karotid, yaitu bahan lemak tertimbun di dalam pembuluh karotid, yaitu pembuluh darah yang memasok darah ke otak. Penyempitan pembuluhpembuluh inilah yang dapat meningkatkan resiko stroke. Menurut analisa dari 16 penelitian di Brigham and Women’s Hospital di Boston, bila kadar kolesterol diturunkan hingga 25 persen maka dapat mengurangi resiko stroke sampai 29 persen.

5.       Berhenti merokok

Perokok memiliki resiko 60 persen lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko tekanan darah tinggi dan cenderung untuk membentuk gumpalan darah, dua faktor yang berkaitan erat dengan stroke. Berbagai resiko stroke yang terkait dengan merokok dapat ditiadakan dalam dua hingga tiga tahun setelah berhenti merokok.

American Heart Associaton (AHA) mengeluarkan beberapa rekomendasi preventif primer maupun sekunder diantaranya:

1.       Preventif Stroke pada Hipertensi

Hipertensi harus dikendalikan untuk mencegah terjadinya stroke (preventif primer) dan pengendalian pada pasien hipertensi yang pernah mengalami TIA atau stroke dapat mengurangi atau mencegah resiko terjadinya stroke berulang (preventif sekunder) Pengendalian hipertensi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pengendalian gaya hidup (lifestyle) dan pemberian obat anti hipertensi. Pengendalian gaya hidup untuk masalah hipertensi menurut Bethesda stroke center (2007) adalah:

  • Mempertahankan berat badan normal untuk dewasa dengan perhitungan indeks masa tubuh 20-25kg/m2.
  • Mengurangi asupan garam, kurang dari 6 gram dapur atau kurang dari 2,4 gr Na+/hari.
  • Olahraga 30 menit/hari, jalan cepat lebih baik dari pada angkat besi
  • Makan buah dan sayur.
  • Mengurangi konsumsi lemak baik yang jenuh maupun tidak jenuh.

2.       Preventif Stroke pada Diabetes Mellitus

Penderita DM rentan terhadap komplikasi vaskuler termasuk stroke. DM merupakan suatu faktor resiko untuk stroke iskemik dan pasien DM beresiko tinggi untuk terkena stroke pada pembuluh darah besar atau kecil Kontrol DM yang ketat terbukti mencegah komplikasi vaskuler yang lain dan dapat menurunkan resiko stroke, juga selain itu perbaikan Kontrol DM akan mengurangi progresi pembentukan atherosclerosis. Pengendalian glukosa direkomendasikan sampai kadar yang hampir normoglikemik pada pasien diabetes mikrovaskular. ACE-1 Dan ARB lebih efektif dalam menurunkan progresivitas penyakit hipertensi dan ginjal dan direkomendasikan sebagai pilihan pertama untuk pasien diabetes mellitus (Siswanto, 2005).

3.       Preventif Stroke pada Gaya Hidup Sehat

Jika kita menjalankan pola hidup yang sehat, maka berbagai penyakit akan jauh dari kita. Gaya hidup atau pola hidup utama yang tidak sehat sangat erat kaitannya dengan faktor resiko stroke penyakit pembuluh darah. Upaya merubah gaya hidup yang tidak benar menjadi gaya hidup yang sehat sangat diperlukan untuk upaya mendukung prevensi sekunder. Usia merupakan salah satu faktor resiko stroke, namun kini stroke mulai mengancam usia-usia produktif dikarenakan perubahan pola hidup yang tidak sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat akan kolesterol, merokok, minuman keras, kurangnya berolahraga dan stress. Karena gaya hidup sehat meliputi pengaturan gizi yang seimbang, olah raga secara teratur, berhenti merokok, dan mengurangi alcohol (Siswanto, 2005).

 

Referensi:

Smeltzer, Suzanne C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.

 

Mengenal Faktor Resiko serta Tanda Gejala Stroke

Januari 28, 2021 0 Comments

 Faktor Resiko


Faktor resiko stroke berulang dapat diubah sama dengan faktor stroke secara umum antara lain: hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung, kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktifitas fisik/olahraga, kepatuhan kontrol, obesitas, dan kepatuhan diit (Husni & Laksmawati, 2001. Lumantobing, 2002. Smeltzer & Bare, 2002. Black & Hawks, 2009. Wahyu, 2009. Pinzon & Asanti, 2010. Junaidi, 2011).

a.       Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko terpenting untuk semua tipe stroke, baik stroke perdarahan maupun stroke infark. Peningkatan resiko stroke terjadi seiring dengan peningkatan tekanan darah. Diperkirakan resiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik dan sekitar 50 % kejadian stroke dapat dicegah dengan pengendalian tekanan darah (Gofir, 2009). Hipertensi meningkatkan resiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada faktor resiko lainnya. Hipertensi kronis dan tidak terkendali akan memacu kekakuan dinding pembulu darah kecil yang dikenal dengan mikroangiopati. Hipertensi juga akan memacu munculnya timbunan plat pada pembuluh darah besar. Timbunan plak akan menyempitkan lumen atau diameter pembuluh darah. Plak yang tidak stabil akan mudah ruptur atau pecah dan terlepas. Plak yang terlepas akan meningkatkan resiko tersumbatnya pembuluh darah yang lebih kecil. Bila ini terjadi maka timbulnya gejala stroke (Perreu & Bogusslavsky, 2003 dalam Pinzon & Asanti, 2010). Hipertensi mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah arteri dan mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga mempercepat proses aterosklerosis. Hipertensi berperanan dalam proses aterosklerosis melalui efek penekanan pada sel endotel atau lapisan dalam dinding arteri yang berakibat pembentukan plak pembuluh darah semakin cepat seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya 140/90 mmHg (Junaidi, 2011).

Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dapat meningkatkan terjadinya stroke (Lewis et al, 2007). Penelitian Zhang dkk (2010), di Cina menunjukan bahwa tingginya tekanan darah sistolik dapat meningkatkan kejadian stroke. Penelitian yang dilakukan oleh Kristiyawati (2008), menunjukan adanya hubungan antara kejadian stroke dengan hipertensi dan hipertensi merupakan faktor resiko paling dominan yang berhubungan dengan kejadian stroke.

b.       Diabetes Mellitus

Individu dengan diabetes memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami stroke dibandingkan dengan individu tanpa diabetes diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersamasama penyakit serebrovaskuler, yang merupakan faktor resiko kedua terjadinya stroke. Seorang dikatakan menderita diabetes mellitus apabila hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau pemeriksaan gula darah puasa >140 mg/dl, atau pemeriksaan gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl (Smeltzer & Bare, 2002).

Diabetes mellitus menyebabkan kadar lemak darah meningkat karena konversi lemak tubuh yang terganggu. Bagi penderita diabetes mellitus peningkatan kadar lemak darah sangat meningkatkan resiko penyakit stroke. Diabetes mempercepat terjadinya arterosklerosis baik pada pembuluh darah keci (mikroangiopati) maupun pembuluh darah besar (makroangiopati) diseluruh pembuluh darah termasuk pembuluh darah otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi pada stroke akan memperbesar meluasnya area infark (sel mati) karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa yang dilakukan secara anaerob (oksigen sedikit) yang termasuk jaringan otak (Junaidi, 2011). Penderita diabetes mellitus tubuhnya tidak menangani gula secara tepat, tidak dapat memproses lemak secara efisien dan akan mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya hipertensi. Diabetes juga berperan pada kemampuan tubuh untuk mencegah gumpalan darah beku, meningkatkan resiko stroke iskemik.

Siswanto (2005) dalam penelitiannya menunjukan bahwa resiko untuk terjadinya stroke berulang pada subyek dengan kadar gula darah puasa >140 mg/dl sebesar 2,63 kali dibandingkan dengan kadar gula darah puasa 200 mg/dl beresiko terkena stroke berulang sebesar 3,16 kali dibandingkan dengan kadar gula darah puasa 2 jam pp >200 mg/dl beresiko terkena stroke berulang sebesar 3,16 kali dibandingkan dengan kadar gula darah puasa <140 mg/dl.

c.       Kelainan Jantung

Sirkulasi serebral sebagai sistem kardiovaskuler mempunyi arti fungsinya tergantung efektifitas jantung sebagai pompa, integritas pembuluh darah sistemik dan komponen darah dalam memenuhi kebutuhan darah dan oksigen. Otak membutuhkan 25% dari konsumsi oksigen ke seluruh tubuh dengan menggunakan 20 % curah jantung semenit. Kejadian stroke selalu berhubungan dengan penyakit lain. Kelainan jantung sering berhubungan dengan stroke berulang adalah aterosklerosis, disritmia jantung khususnya fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik, infark miokard dan gagal jantung.

Penderita dengan kelainan jantung beresiko tinggi terhadap terjadinya stroke bila dibandingkan dengan yang tidak mempunyai kelainan jantung. Penyakit jantung hipertensi dengan hipertrofil ventrikel kiri yang terlihat pada EKG, sangat terkait dengan kenaikan resiko baik stroke iskemik maupun pendarahan. Lesi dijantung dapat pula melepaskan emboli ke sirkulasi arterial, seperti mural thrombus akibat infark yang lama atau thrombus yang terjadi pada fibrilasi atrium (Husni & Laksmawati, 2001 dalam Siswanto, 2005). Siwanto (2005), dalam penelitiannya menunjukan bahwa kelainan jantung terbukti memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian stroke berulang dengan resiko sebesar 2,85 kali.

d.       Merokok

Merokok meningkatkan resiko terkena stroke dua sampai empat kali. Hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, pipa atau cerutu) dan untuk semua tipe stroke, terutama perdarahan subarachnoid karena terbentuknya aneurisma dan stroke iskemik. Merokok memberikan konstribusi terbentuknya plak pada arteri. Asap rokok mengandung beberapa zat berbahaya yang sering disebut zat oksidator. Zat oksidator ini menimbulkan kerusakan dinding arteri dan menjadi tempat penimbunan lemak, sel trombosit, kolesterol, penyempitan dan pergeseran arteri diseluruh tubuh termasuk otak, jantung dan tungkai, sehingga merokok dapat memicu terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah menggumpal sehingga beresiko terkena stroke (Pinzon & Asanti, 2010). Peranan rokok pada aterosklerosis menurut Junaidi (2011) adalah merokok menurunkan jumlah kolesterol baik dan menurunkan kemampuan kolesterol baik untuk menyingkirkan kolesterol jahat yang berlebihan karena sel-sel darah menggumpal pada dinding arteri, ini meningkatkan resiko pembentukan trombus dan plak. Rokok dapat menyebabkan peningkatan kecepatan detak jantung serta memicu penyempitan pembuluh darah.

Penelitian yang dilakukan Siregar (2005) menunjukan bahwa merokok merupakan faktor yang kuat untuk terjadinya stroke. Begitu juga penelitian yang dilakukan Zhang dkk (2010), di Cina menyebutkan bahwa merokok mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya stroke dan juga perempuan yang tinggal bersama suami yang merokok aktif (1-9 batang perhari) beresiko 2 kali untuk terkena stroke. Siswanto (2005) dalam penelitiannya menunjukan bahwa penderita stroke yang merokok memiliki resiko 1,28 kali untuk terkena stroke berulang meskipun resiko tersebut tidak bermakna secara statistik.

e.       Aktifitas fisik (olahraga)

Aktifitas fisik dapat dinilai dari aktifitas ditempat kerjanya maupun kegiatan olahraga, aktifitas berat dipengaruhi dari kegiatan yang lebih banyak diluar ruangan dan banyak bergerak seperti atletik, tentara dan buruh bangunan. Aktifitas ini dilakukan lebih dari 3 hari dalam seminggu dan lebih dari 4 jam seminggu. Aktifitas sedang dipengaruhi dari kegiatan yang dilakukan baik didalam ruangan maupun di luar ruangan, seseorang kurang aktif secara fisik (yang olahraganya kurang dari tiga kali atau kurang per minggu 30 menit) memiliki hampir 50% resiko terkena stroke dibanding mereka yang aktif. Berbagai kemudahan hidup yang didapat seperti mencuci dengan mesin cuci untuk rumah tangga, banyaknya kendaraaan bermotor serta kemajuan teknologi membuat aktifitas seseorang semakin hari semakin ringan atau mudah, namun dampak dari kemajuan teknologi ini sesorang dapat menjadi pasif dan cenderung menimbulkan masalah berat badan dan dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi yang nantinya memicu terjadinya aterosklerosis bila masalah berat badan tidak diimbangi dengan olahraga yang cukup (Wahyu, 2009). Siswanto (2005), dalam penelitiannya menunjukan bahwa resiko untuk terjadinya stroke berulang pada penderita stroke yang tidak rutin dalam melakukan aktivitas fisik sebesar 1,77 kali dibandingkan dengan penderita stroke yang melakukan aktivitas fisik secara rutin.

f.        Kepatuhan kontrol

Penderita stroke harus sering memeriksakan dirinya kedokter atau rumah sakit. Selain kontrol kedokter penderita stroke harus mengontrol kolesterol, penderita stroke juga harus mengontrol gula darahnya. Seseorang yang berusia 60 tahun dengan tekanan sistolik 135 mmHg (premiery prevention of stroke, AHA/ASA guideline stroke, 2006 dalam Bethesda stroke center literature, 2008) kemungkinan untuk mendapatkan stroke iskemik dalam jangka waktu 8 tahun adalah 8/1000. Bila disamping itu menderita diabetes mellitus, kemungkinan untuk mendapatkan stroke meningkat menjadi 17/1000. Bila tekanan sistolik 180 mmHg probabilitasnya adalah 30/1000 dengan diabetes mellitus meningkat menjadi 59/1000 (Lumantobing, 2002). Siswanto (2005), dalam penelitiannya menunjukan bahwa kebiasaan penderita stroke melakukan kontrol tidak teratur memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian stroke berulang dengan resiko mencapai 3,84 kali dibandingkan dengan penderita stroke yang melakukan kontrol secara teratur.

g.       Obesitas

Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan resiko peningkatan hipertensi penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus dan merupakan beban penting pada kesehatan jantung dan pembuluh darah. Obesitas dapat meningkatkan kejadian stroke terutama bila disertai dengan dislipedemia dan hipertensi melalui proses aterosklerosis. Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya stroke lewat efek snoring atau mendengkur dan tiba-tiba henti napas karena terhentinya suplai oksigen secara mendadak di otak. Obesitas juga membuat seseorang cenderung mempunyai tekanan darah tinggi, meningkatkan resiko terjadinya diabetes juga meningkatkan produk sampingan metabolisme yang berlebihan yaitu oksidan atau radikal bebas (Junaidi, 2011).

Penurunan berat badan adalah perubahan gaya hidup yang paling besar pengaruhnya terhadap perbaikan tekanan darah. Hal ini dibuktikan dengan mereka yang berusia 50-65 tahun yang mengalami penurunan berat badan 7 kg atau lebih mengalami penurunan resiko terserang hipertensi sebanyak 21%. Sedangkan kelompok yang lebih tua yang mengalami penurunan berat badan yang sama resikonya pun turun 29%. Lewis, dkk (2007), dalam penelitiannya menunjukan bahwa penurunan berat badan 10 kg dapat menurunkan tekanan darah sistolik 5-20 mmHg.

h.       Minum Alkohol

Minum alkohol secara teratur lebih dari 30 gram per hari (pria) atau 15 gram per hari (wanita), mabuk-mabukan (minum lebih dari 75% gram dalam 24 jam) dan alkoholisme dapat meningkatkan tekanan darah sehingga dapat meningkatkan resiko stroke. Minum alkohol dalam jumlah sedikit pun dapat meningkatkan tekanan darah, oleh karena itu harus dihindari untuk seorang yang memiliki riwayat hipertensi karena dapat menimbulkan komplikasi berat (Wahyu, 2009).

Martuti (2009), dalam penelitiannya menunjukan bahwa mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah secara cepat. Seseorang yang mengkonsumsi alkohol lebih dari 3 gelas atau lebih setiap hari sudah cukup untuk meningkatkan tekanan darah.

i.         Diit

Menurut Lewis, dkk (2007), diet dengan tinggi lemak dan kurangnya buah dan sayur dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke. Pernyataan ini juga didukung oleh premiery prevention of stroke AHA/ASA guideline stroke, (2006, dalam Bethesda stroke center literature, 2008), yang menyatakan bahwa asupan makanan yang mengandung banyak sayur dan buah dapat mengurangi terjadinya stroke. Pemakaian sodium yang berlebihan juga dapat meningkatkan tekanan darah (Black & Hawks, 2009).

Menurut Martuti (2009), dalam penelitiannya menunjukan bahwa pasien stroke perlu membatasi asupan garam karena kandungan mineral natrium (sodium) didalamnya memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa angka kejadian stroke meningkat pada pasien dengan kadar kolesterol diatas 240 mg%. Setiap kenaikan kolesterol 38,7 mg% menaikan angka stroke 25 % sedangkan kenaikan HDL (high density lipoprotein) 1 mmol (38,7 mg%) menurunkan terjadinya stroke setinggi 47% (premiery prevention of stroke, 2006 dalam Bethesda stroke center literature, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Giantani (2003), menunjukkan bahwa kenaikan kadar kolesterol berpengaruh terhadap resiko stroke iskemik sebanyak 3.09 kali.

Serat makanan juga dibutuhkan untuk proses metabolisme dalam tubuh. Diet tinggi serat bermanfaat untuk menghindari kelebihan lemak, lemak jenuh dan kolesterol. Setiap gram konsumsi serat juga menghindari kelebihan gula dan natrium serta dapat menurunkan berat badan dan mencegah kegemukan. Dietary guedelines for American menganjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung serat 20-35 gr perhari (Martuti, 2009).

Lalu bagaimana tanda dan gejalanya? Mari simak video dibawah ini.

 


Referensi:

Smeltzer, Suzanne C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.

Video Source on Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=kWPpQCyCWiI

 

Pengertian dan Klasifikasi Stroke

Januari 28, 2021 0 Comments

A.      Pengertian Stroke


Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).

Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat terjadi karena pembentukan trombus disuatu arteri serebrum, akibat emboli yang mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh, atau akibat perdarahan otak (Corwin, 2001).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah gangguan peredaran otak yang dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila gangguan yang terjadi cukup besar akan mengakibatkan kematian sebagian sel saraf.

B.      Klasifikasi Stroke


Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan stroke hemorrhagic. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berbeda, pada stroke hemorhagic terdapat timbunan darah di subarahchnoid atau intraserebral, sedangkan stroke iskemik terjadi karena kurangnya suplai darah ke otak sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi kurang mencukupi. Klasifikasi stroke menurut Wardhana (2011), antara lain sebagai berikut :

1.       Stroke Iskemik

Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan darah yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak. penyumbatnya adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung kolesterol yang ada dalam darah. Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis), atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil.

Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian dalam pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak lancar dan tertahan. Oleh karena darah berupa cairan kental, maka ada kemungkinan akan terjadi gumpalan darah (trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan lama-lama menjadi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami kekurangan pasokan darah yang membawah nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh darah. Sekitar 85 % kasus stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark, stroke infark pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Penurunan aliran darah yang semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak. Penggolongan stroke iskemik atau infark menurut Junaidi (2011) dikelompokkan sebagai berikut :

a.       Transient Ischemic Attack (TIA)

Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam biasanya TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam juga belum bisa teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena infark (Grofir, 2009; Brust, 2007, Junaidi, 2011).

b.       Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)

Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24 jam, biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.

c.       Stroke In Evolution (SIE)

Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus berkembang dimana terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung bertahap dari ringan sampai menjadi berat.

d.       Complete Stroke Non Hemorrhagic

Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen tidak berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang mengalami infark.

2.       Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage) atau dapat juga genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak (subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal bahkan sampai pada kematian. Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia, karena penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila disertai dengan gejala tekanan darah tinggi. Beberapa jenis stroke hemoragik menurut Feigin (2007), yaitu:

a.       Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Stroke ini biasanya diikuti dengan fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri meningens lainnya. Pasien harus diatasi beberapa jam setelah mengalami cedera untuk dapat mempertahankan hidup.

b.       Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma subdural yang robek adalah bagian vena sehingga pembentukan hematomanya lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.

c.       Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang subaraknoid) dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma.

d.       Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di substansi dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.

 


Referensi:

 

Smeltzer, Suzanne C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.

Video source on Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=RHm1_XYE3n0

Bagaimana Diagnosis dan pengobatan Hirschsprung?

Januari 28, 2021 0 Comments

Diagnosis dan pengobatan Hirschsprung



Dokter anak akan melakukan diagnosis Hirschsprung atau hisprung dan pemeriksaan dengan menanyakan mengenai frekuensi serta kebiasaan buang air besar anak atau bayi

Salah satu atau beberapa tes yang dapat diminta dokter untuk mendiagnosis penyakit Hirschsprung atau hisprung adalah sebagai berikut.

1.       Pemeriksaan x-ray perut menggunakan pewarna kontras

 ini dilakukan dengan barium atau pewarna kontras lainnya dimasukkan ke dalam usus melalui tabung khusus yang dimasukkan pada rektum.

Barium mengisi dan melapisi lapisan usus sehingga menghasilkan siluet yang jelas dari usus besar dan rektum.

Pemeriksaan rontgen atau x-ray ini membantu membedakan bagian kontras di antara usus normal dan usus tanpa saraf yang mengalami pembengkakan akibat Hirschsprung atau hisprung. 

2.       Mengontrol otot-otot di sekitar rektum

Biasanya, dokter akan melakukan tes manometri pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa dengan memompa balon di dalam rektum.

Dalam kondisi normal, otot-otot di sekitar rektum seharusnya mengendur saat dilakukan tes tersebut. Jika yang terjadi justru adalah konten terbaik, anak-anak yang mengalami Hirschsprung atau hisprung. 

3.       sampel jaringan usus besar

Pengambilan sampel jaringan pada diagnosis Hirschsprung atau hisprung ini dilakukan untuk pengujian biopsi. 

Biopsi sampel dapat diambil melalui alat penyedot kemudian diambil dari bawah mikroskop untuk melihat ada atau tidaknya saraf yang terkait Hirschsprung atau hisprung. 

pengobatan untuk Hirschsprung

Beberapa adalah pilihan pengobatan untuk mengatasi bayi yang terkena penyakitnya.

1.       Operasi memotong bagian usus

Operasi ini dilakukan dengan memotong atau menghilangkan bagian usus besar yang tidak memiliki saraf. Selanjutnya, bagian usus besar yang normal atau memiliki sel yang ditarik dan disajikan ke anus anak.

Operasi untuk Hirschsprung atauprung ini biasanya dilakukan dengan metode laparoskopi, menggunakan alat dengan kamera kecil yang dimasukkan ke dalam sistem pencernaan anak.

2.       Operasi ostomi

Ostomi untuk teman Hirschsprung atau hisprung adalah operasi yang bisa dilakukan dalam dua tahap.

Pertama, bagian usus besar yang abnormal diangkat dan bagian usus besar yang sehat disambungkan pada lubang yang dibuat oleh dokter pada perut anak.

Makanan kemudian keluar dari tubuh melalui lubang ke kantung di bagian ujung usus yang menjulur melalui lubang pada perut (stoma). Hal ini akan memungkinkan bagian bawah usus besar bisa pulih kembali. 

Pada tahap operasi ostomi kedua untuk situasi darurat Hirschsprung atau hisprung, bagian usus yang normal kemudian dilayani dengan anus guna menutup stoma.

Prosedur ostomi untuk makan Hirschsprung atau hisprung meliputi:

  • Ileostomi: Dokter mengangkat seluruh usus besar dan menyambungkan usus kecil kepada stoma. Makanan keluar dari tubuh melalui stoma ke dalam kantung.
  • Kolostomi: Dokter membiarkan usus besar tetap utuh dan menyambungkan pada stoma. Makanan keluar dari tubuh melalui ujung usus besar.

Setelah operasi ostomi sebagai pengobatan Hirschsprung atau hisprung, kebanyakan anak dapat buang air besar secara normal.

Meski begitu, ada beberapa anak mengalami diare pada awalnya. Mengajarkan toilet training atau cara menggunakan toilet untuk buang air kecil dan besar mungkin akan memakan waktu lebih lama.

Hal ini karena anak perlu belajar mengkoordinasikan otot untuk buang air besar. Dalam jangka panjang, ada kemungkinan anak akan mengalami yang masih berlanjut, perut membengkak, atau feses yang bocor sebagai efek dari prosedur medis.

Anak-anak tetap berisiko mengalami infeksi usus (enterocolitis) setelah operasi ostomi untuk keluar dari Hirschsprung atau hisprung, terutama pada tahun peratama.

Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk tetap memerhatikan berbagai gejala yang muncul pada anak. Segera hubungi dokter bila si kecil mengalami gejala enterocolitis seperti:

·         Rektum berdarah,

·         Diare,

·         Demam,

·         Perut bengkak, dan

·         Muntah.

Pengobatan di rumah

Berikut adalah gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat membantu Anda mengatasi Hirschsprung.

1.       Berikan makanan berserat tinggi

Jika anak sudah makan makanan padat, jangan lupa berikan  makanan berserat tinggi. Tawaran gandum utuh, buah-buahan dan sayuran serta batasi roti tawar dan makanan berserat rendah lainnya.

Ini karena peningkatan makanan berserat tinggi secara tiba-tiba dapat memperburuk keadaan pada awalnya, sediakan makanan berserat tinggi secara perlahan. 

Sementara jika anak belum mengonsumsi makanan padat, minta dokter susu formula yang dapat meringankan sembelit. Beberapa bayi mungkin memerlukan selang sementara agar lebih mudah saat makan. 

2.       Perbanyak minum

Minta anak untuk minum lebih banyak udara. Ini karena sebagian atau seluruh usus besar anak diangkat, anak mungkin akan mengalami kesulitan menyerap udara.

Minum lebih banyak air dapat membantu anak tetap terhidrasi, sehingga akan membantu meringankan sembelit.

3.       Perbanyak aktivitas fisik

Jika usia anak sudah cukup besar, ajak ia untuk memperbanyak aktivitas fisik guna melancarkan buang udara besar.

Aktivitas fisik yang bisa dilakukan pada anak dengan Hirschsprung dapat termasuk olahraga, bermain, dan lainnya.

4.       Pemberian laksatif dari dokter

Dokter mungkin akan memberikan obat laksatif untuk membantu melancarkan buang air besar pada anak dengan Hirschsprung.

Namun, hal ini hanya tersedia bila anak kondisi anak tidak kunjung membaik meski sudah memperbanyak asupan serat, minum air putih, dan melakukan aktivitas fisik.

Referensi:

Setiaputri, KA (2021, Januari Kamis). Diambil dari hellosehat.com: https://hellosehat.com/pencernaan/pencernaan-lainnya/hisprung-hirschsprung-adalah/#gref

 

 


Mengetahui Penyebab Penyakit Hirschsprung

Januari 28, 2021 0 Comments

 

Penyebab Penyakit Hirschsprung



Penyakit Hirschsprung terjadi ketika saraf di usus besar tidak terbentuk dengan sempurna. Saraf ini berfungsi untuk mengontrol pergerakan usus besar. Oleh karena itu, jika saraf usus besar tidak terbentuk dengan sempurna, usus besar tidak dapat mendorong keluarnya feses. Akibatnya, feses akan menumpuk di usus besar.

Penyebab masalah pada saraf tersebut belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa kondisi yang diduga dapat meningkatkan risikosempurnaan Pemesanan saraf usus besar, antara lain:

·         Berjenis kelamin laki-laki .

·         Memiliki saudara yang menderita penyakit Hirschsprung.

·         Memiliki orang tua, terutama ibu, yang pernah menderita penyakit Hirschsprung.

·         Menderita penyakit bawaaan lainnya yang diturunkan, seperti Down Syndrom dan Penyakit Jantung Bawaan. 

 

Diagnosa

1.       Anamnesis Pada heteroanamnesis, mendapat informasi yang datang dari yang pertama, mekonium keluar> 24 jam; adanya muntah muntah (berwarna hijau); perut kembung; gangguan defekasi / konstipasi kronis; konsistensi feses yg encer; gagal tumbuh (pada anak-anak); berat badan tidak berubah; bahkan cenderung menurun; nafsu makan menurun; ibu mengalami polihidramnion; adanya riwayat keluarga.

2.    Pemeriksaan fisik Pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang pandang. Apabila keadaan sudah parah, akan terlihat pergerakan usus pada dinding perut. Saat dilakukan pemeriksaan auskultasi, terdengar bising usus melemah atau jarang. Untuk menentukan diagnosis penyakit Hirschsprung dapat pula dilakukan pemeriksaan rektal yang dapat dirasakan oleh anal yang kaku dan sempit, saat jari ditarik terdapat bangku peledak.

3.       Pemeriksaan Biopsi Memastikan keberadaan sel ganglion pada segmen yang terinfeksi, merupakan langkah penting dalam mendiagnosis penyakit Hirschsprung. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengambil sampel jaringan rektum. Hasil yang diperoleh akan lebih akurat, akurat, spesimen / sampel adekuat dan diambil oleh ahli patologi yang berpengalaman. Apabila pada jaringan ditemukan sel ganglion, maka diagnosis penyakit Hirschsprung dieksklusi. Namun pelaksanaan biopsi cenderung berisiko, untuk itu dapat memilih teknik lain yang kurang invasif, seperti Barium enema dan anorektal manometri, untuk menunjang diagnosis.

4.       Pemeriksaan Radiologi Pada foto polos, dapat dijumpai gambaran distensi gas pada usus, tanda obstruksi usus (Lakhsmi, 2008) Pemeriksaan yang digunakan sebagai standar untuk menentukan diagnosis Hirschsprung adalah kontras enema atau barium enema. Pada bayi dengan penyakit Hirschsprung, zona berpindah-pindah dari kolon bagian distal yang tidak dilatasi mudah terdeteksi (Ramanath, 2008). Pada total aganglionsis usus besar, penampakan kolon normal. Barium enema kurang membantu penegakan diagnosis dilakukan pada bayi, karena zona berpindah-pindah sering tidak tampak. Gambaran penyakit Hirschsprung yang sering tampak, antara lain; terdapat penyempitan di bagian rektum proksimal dengan panjang yang bervariasi; ada zona transisi dari daerah yang menyempit (zona sempit) sampai ke daerah dilatasi; terlihat pelebaran lumen di bagian proksimal zona berpindah-pindah.

5.   Pemeriksaan Manometri Anorektal Pada individu normal, distensi pada ampula rektum menyebabkan relaksasi anal internal. Efek ini dipicu oleh saraf intrinsik pada jaringan rektal, absensi / kelainan pada saraf internal ditemukan pada pasien yang terdiagnosis penyakit Hirschsprung. Proses relaksasi ini bisa diduplikasi ke dalam laboratorium motilitas dengan menggunakan metode yang disebut manometri anorektal. Selama anorektal manometri, balon fleksibel didekatkan pada sfingter anal. Normalnya pada saat balon dari posisi kembang didekatkan pada sfingter anal, tekanan dari balon akan menyebabkan sfingter anal relaksasi, mirip seperti distensi pada ampula rectum manusia. Namun pada pasien dengan penyakit Hirschsprung sfingter anal tidak bereaksi terhadap tekanan pada balon. Pada bayi baru lahir, keakuratan anorektal manometri dapat mencapai 100%.

 

Referensi:  

Surya, PAIL, & Dharmajaya, IM (2013). Gejala dan Diagnosis Penyakit Hirschprung. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana , 1–5.

Willy, T. (2019, 8 April). www.alodocter.com . Diambil dari https://www.alodokter.com/penyakit-hirschsprung#:~:text=Penyebab%20Penyakit%20Hirschsprung,tidak%20dapat%20mendorong%20feses%20keluar.

 

 

Mengenal Hirschsprung Disease serta Tanda dan Gejala

Januari 28, 2021 0 Comments


Pengertian

Penyakit Hirschsprung merupakan suatu penyakit yang menyerang sistem pencernaan manusia, terutama menyerang usus besar (colon). Pada penyakit ini, dijumpai pembesaran usus besar (megacolon), akibat absennya sel ganglion pada bagian distal usus. Penyakit Hirschsprung sering menyerang neonatus bahkan anak-anak, yang sering ditandai dengan keterlambatan pengeluaran mekonium pertama, muntah bilious, distensi abdomen. Metode diagnois yang dapat dilakukan untuk menkonfirmasi penyakit Hirschsprung adalah dengan melakukan biopsy, barium enema atau contrast enema, dan anorectal manometry. Diagnosis dini sangat penting untuk melakukan treatment yang cepat dan tepat serta untuk mencegah terjadinya komplikasi. 

Gejala

Berdasarkan usia penderita gejala penyakit Hirschsprung dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

1.    Periode neonatus Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen. Terdapat 90% lebih kasus bayi dengan penyakit Hirchsprung tidak 3 dapat mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama, kebanyakan bayi akan mengeluarkan mekonium setelah 24 jam pertama (24-48 jam). Muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang apabila mekonium dapat dikeluarkan segera. Bayi yang mengonsumsi ASI lebih jarang mengalami konstipasi, atau masih dalam derajat yang ringan karena tingginya kadar laktosa pada payudara, yang akan mengakibatkan feses jadi berair dan dapat dikeluarkan dengan mudah 

2.     Periode anak-anak Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada beberapa kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-kanak. Gejala yang biasanya timbul pada anak-anak yakni, konstipasi kronis, gagal tumbuh, dan malnutrisi. Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding abdomen disebabkan oleh obstruksi fungsional kolon yang berkepanjangan. Selain obstruksi usus yang komplit, perforasi sekum, fecal impaction atau enterocolitis akut yang dapat mengancam jiwa dan sepsis juga dapat terjadi.

Tanda - tanda

1.      Anemia dan tanda-tanda malnutrisi

2.      Perut membuncit (abdomen distention) mungkin karena retensi kotoran.

3.      Terlihat gelombang peristaltic pada dinding abdomen

4.    Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter anal yang padat/ketat, dan biasanya feses akan langsung menyemprot keluar dengan bau feses dan gas yang busuk.

5.  Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar umbilicus, punggung dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi peritonitis (Kessman, 2008; Lakhsmi, 2008)



Referensi

Kessmann. (2006.). Hirschsprung’s Disease: Diagnosis and Management. American Family Physician, 74: 1319-1322.

Lakshmi, P., & James, W. (2008). Hirschsprung’s Disease. Hershey Medical Center, 44-46.

Surya, P. A. I. L., & Dharmajaya, I. M. (2013). Gejala dan Diagnosis Penyakit Hirschprung. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 1–5.

 Video sources on youtube: https://www.youtube.com/watch?v=n4hXbdZoOWc